Abdul
Rahman lahir pada tanggal 30 Agustus 1964 di sebuah kota ujung timur pulau
Jawa, Banyuwangi. Tepatnya, Wongsorejo sebuah kecamatan di Banyuwangi bagian
utara yang terkenal dengan penduduk yang masih kedaerahan dan hampir semua
penduduknya berdarah Madura. Abdul Rahman termasuk salah satunya. Beliau
dilahirkan di keluarga yang sangat sederhana sebagai anak ketiga. Ayah beliau
Sahri, adalah seorang petani dan ibu beliau Misriyah sebagai ibu rumah tangga
yang terkadang membantu suaminya di tegalan
(tanah pertanian yang biasanya ditanami dengan jagung, singkong dan kacang
hijau dengan tanah yang tidak cukup subur). Sayang masa-masa Abdul Rahman
dengan ayahnya hanya berlangsung beberapa tahun saja, karena pada saat beliau
menginjak bangku sekolah dasar di tahun-tahun pertama, ayahnya meninggal. Sifat
anak-anak desa yang bersemangat tinggi dan tidak mau lama-lama berkubang dengan
kesedihan, sangatlah melekat dengan Abdul Rahman. Setelah kepergian ayahnya,
Dul panggilan akrab Abdul Rahman semakin rajin membantu ibunya. Bergantian
dengan kakaknya mencari rumput untuk makanan kambing, sapi, dan kuda yang biasa
dia lakukan sepulang sekolah. Layaknya anak kecil pada umumnya, Dul sering
menghabiskan waktunya untuk bermain bersama teman-temannya. Mulai dari gobak sodor,
engklek, sampai kelereng.
Dul bersekolah di Sekolah Dasar
Negeri Wongsorejo. Pada saat itu biaya sekolah sangatlah murah, sehingga
memungkinkan untuk semua kalangan bisa mengenyam pendidikan sekolah dasar.
Jadi, semuanya tergantung pada kemauan anak untuk belajar ataupun tidak. Pada
saat itu teman-teman Dul hampir semuanya bersekolah, hal ini merangsang Dul
untuk ikut bersekolah dan belajar. Dul pernah bekerja pada waktu kecil. Saat
Dul kelas tiga SD, dia merawat dan memelihara ayam petelur milik seorang dokter
yang membuka praktek di Wongsorejo. Sepulang sekolah dia pergi ke rumah dokter,
melaksanakan pekerjaan tersebut bersama dua temannya, dan pulang ke rumah saat
matahari merendah di ufuk barat. Pekerjaan ini hanyalah sebuah sambilan, anak
kecil yang bekerja sangatlah wajar di Wongsorejo, karena anak-anak desa kala
itu ingin sekali bisa menghasilkan uang sendiri, hanya untuk kepuasan.
Menghasilkan uang sendiri, sangatlah tren di dunia anak SD pada saat itu. Meskipun
upahnya tidak seberapa, uang hasil kerjanya bisa dia pakai untuk membeli
barang-barang yang biasa diinginkan oleh anak-anak seumurannya. Dul berhasil
lulus SD pada tanggal 7 Mei 1979.
Setelah mengenyam
pendidikan dasar di SD Wongsorejo 1, Dul melanjutkan sekolahnya ke SMP penyetaraan
yang masih berlokasi di Wongsorejo, yaitu Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama
Negeri 2 Banyuwangi. Hari-hari yang ia lalui masih sama dengan rutinitasnya
kala SD. Masih bekerja sambilan menjaga ayam petelur milik dokter. Namun pada
saat awal Dul SMP kelas satu, dokter Prayitno, pindah ke Jogjakarta. Pada saat
itu Dul sempat ditawari untuk ikut dengannya bersekolah di Jogjakarta atau
tetap di Banyuwangi. Dul yang masih kanak-kanak, lebih memilih untuk
tidak ikut, ia masih ingin
tinggal dengan ibu yang ia sayangi, tak tega rasanya meninggalkan ibunya dengan
kakak dan 2 adiknya yang masih kecil. Sejak kepindahan dokter tersebut ke
Jogjakarta, hari-hari Dul lebih dipenuhi oleh rutinitas belajar, bermain, dan
membantu ibunya. Hal tersebut berlangsung selama beberapa bulan, sampai pada
suatu hari ada yang menempati rumah Dokter Prayitno yang kosong itu, masih
dengan orang berpekerjaan sama, dialah Dokter Bambang Setiawan Sukirno. Ternyata,
sebelum Dokter Prayitno pindah ke Jogjakarta, dia berkata pada Dul, bahwa Dul
akan dititipkan ke Dokter Bambang yang akan menempati rumahnya itu. Jadilah Dul
bekerja sambilan juga di rumah dokter Bambang. Pada saat itu, kedua teman Dul
yang dulu bekerja bersama-sama dia di
Rumah Dokter Prayitno tidak ikut bekerja di Rumah Dokter Bambang. Kali ini, Dul
tidak bertugas menjaga ayam petelur, dia bertugas untuk mengantarkan anak
Dokter Bambang yang masih TK ke sekolah, manjemputnya, dan terkadang Dul
membantu membersihkan rumah dan mencuci piring.
.png) |
Dul saat SMP |
Lama kelamaan Dokter Bambang
menganggap Dul sebagai anaknya sendiri. Dia menyuruh Dul untuk tinggal di rumah
Dokter Bambang. Dokter Bambang berniat menyekolahkan Dul, sampai lulus. Akhirnya
Dul tinggal bersama Dokter Bambang, namun sesekali Dul pulang ke rumah ibu nya.
Keluarga Dokter Bambang sangatlah baik kepadanya. Sebagai bentuk terimakasih
kepada Dokter Bambang, tak jarang Dul pergi ke tempat praktek yang berada di
sebelah rumah Dokter Bambang, dan mengepelnya. Saat Detik-detik terakhir masa
Dul di bangku sekolah menengah pertama, Dul dikabari bahwa Dokter Bambang akan
pindah ke Songgon, salah satu daerah di Banyuwangi bagian selatan. Seperti yang
dilakukan Doker Prayitno, Dokter Bambang pun menawari Dul untuk ikut bersamanya
melanjutkan SMA di daerah sana. Setelah melalui pemikiran panjang, akhirnya Dul
memutuskan untuk ikut bersama Dokter Bambang dan keluarganya di Songgon. Dul
ingin melanjutkan sekolahnya dan ketika lulus bisa mendapatkan pekerjaan yang
layak. Dia tidak mau menyusahkan ibunya, karena Dul sadar bahwa ibunya yang ada
di desa tidak punya cukup uang untuk membiayai dia dan saudara-saudaranya
bersekolah. Dul sangat tidak tega untuk terus-terusan meminta ibunya yang
tinggal sendiri itu untuk membiayai dirinya. Dul tamat SMP pada tanggal 2 Juni
1982.
Saat tinggal bersama
Dokter Bambang dan keluarganya di Songgon, Dul diterima di SMA swasta PGRI
Rogojampi. Sehari-hari Dul mengendarai vespa biru untuk sampai di sekolahnya
yang saat itu sedang menganggur di rumahnya. Jarak rumah Dul dengan sekolahnya
cukup jauh, karena berbeda kecamatan, yaitu sekitar 15 km. Dul sangat menyukai
olahraga, dia sangat menanti-nanti hari Jumat, karena pada hari itu ada
pelajaran Olahraga. Dul suka bersepakbola di lapangan Rogojampi bersama
teman-temannya. Saat Dul duduk di bangku SMA kelas tiga, Dokter Bambang
dipindahtugaskan ke Banyuwangi. Akhirnya, Dul dan keluarga Dokter Bambang
tinggal di Banyuwangi, di perumahan PEMDA Jalan Letkol Istiqlal. Pada tanggal
30 April 1985 bermaterai Rp 100,-, Dul lulus SMA. Dokter Bambang yang menjadi
walinya selama 6 tahun tersebut, menawari Dul 3 pilihan. Pilihan yang pertama
adalah berkuliah di Jogjakarta, karena pada saat itu Dokter Bambang juga
berniat untuk melanjutkan perkuliahannya di Jogjakarta. Pilihan yang kedua
adalah bekerja, dan pilihan yang terakhir adalah menikah. Dengan pasti Dul
memilih untuk bekerja, karena tujuan awal Dul menamatkan sekolahnya dari
sekolah dasar sampai SMA, adalah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Akhirnya
Dokter Bambang, menitipkan Dul ke temannya yaitu Dokter Mulyadi. Dokter Bambang
tinggal di Jogjakarta dan Dul tinggal dengan Dokter Mulyadi, yang akrab
dipanggil Dokter Mul..
.png) |
Foto ijazah sma Dul |
Dokter Mul adalah kepala Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Blambangan Banyuwangi. Beliau menjadikan Dul sebagai
salahsatu pegawai RSUD Blambangan. Dul sangat senang bisa bekerja di RSUD
Blambangan Banyuwangi, mekipun dia hanyalah pegawai honorer di sana. Setiap
beberapa bulan sekali dia kembali ke kampung halamannya, menjenguk Ibu, Kakak,
dan dua adiknya yang masih tinggal di Wongsorejo. Dokter Mul membuka praktek di
rumahsakit Islam Banyuwangi. Dul sering mengantar dan menjemput Dokter Mul
disana. Saat itulah kisah cintanya di mulai. Hatinya tertambat saat pertama
kali bertemu dengan seorang gadis yang bekerja sebagai pegawai di rumahsakit
tersebut. Dia bernama Kelut Ariowati, cinta pertama Dul. Rasa cinta Dul kepada
gadis ini sangat tidak bisa di toleransi lagi. Dul mencari-cari infomasi
tentang gadis itu, melalui teman-temannya. Hingga akhirnya Dul dapat berkenalan
dengan Kelut yang lebih sering disapa Ari tersebut. Pada awal pertemuannya Ari
bersifat acuh tak acuh kepada Dul yang sudah jatuh cinta kepadanya, karena Ari
tahu usia antara Dul dan dirinya terpaut cukup jauh, yaitu lima tahun. Hal ini
yang membuat Ari berpikir bahwa dirinya tidak mungkin menjalin asmara dengan
Dul. Tapi Dul yang bersemangat tinggi tetap menjalankan targetnya untuk bisa
memiliki hati Ari. Pernah di suatu hari, saking ingin tahunya tempat tinggal
Ari, Dul membuntuti Ari saat Ari pulang dari kerja. Saat di jalan Ari
menyadarinya, namun Ari membiarkannya. Tapi, ternyata Dul mengikuti Ari sampai
rumah kakaknya. Ari memang tinggal dengan kakaknya. Mengetahui hal itu, Ari
cepat-cepat masuk ke rumah dan memberitahu orang serumah bahwa ada laki-laki
yang mengikutinya sampai ke rumah. Kakak Ari pun keluar rumah dan menemui Dul.
Dul menceritakan maksud dan tujuannya mengikuti Ari sampai ke rumah kepada kakak
Ari, dia juga menyatakan keseriusannya bahwa dirinya benar-benar mencintai Ari.
Ari pikir setelah berbicara dengan kakaknya Dul akan pulang ke rumahnya, tapi
ternyata tidak. Dari situ, Ari tahu bahwa Dul benar-benar tulus mencintainya,
anggapan bahwa Dul masih bersifat kekanak-kanakan sirna sudah. Dul menjalin
hubungan dengan Ari selama hampir 3 tahun.
.png) |
Dul di RS Islam, tempat kerja Ari |
Pada tanggal 26 Maret tahun 1988
jam 08.00, Dul meminang Ari, perempuan yang sanggup menaklukan hatinya sampai
sedemikian rupa. Disaksikan Keluarganya dan wali-walinya serta keluarga Ari,
proses akad nikah berjalan dengan lancar. Pernikahan Dul dengan Ari bersamaan
dengan pernikahan kakak wanita Ari. Setelah menikah dengan Ari, Dul dan Ari
tinggal di rumah kakak Ari. Anak pertama Ari lahir pada tanggal 12 Januari 1989
yang diberi nama Enis Rahmawati. Pemahaman orang jawa, bahwa kehadiran anak
pada suatu keluarga akan memberikan berkah, terjadi pada saat itu. Benar saja,
tak berapa lama setelah kelahiran anak pertamanya, Dul diangkat sebagai pegawai
negeri sipil. Anak kedua Dul dengan Ari lahir pada tanggal 9 Februari 1991, Dul
memberi nama Prayogi Febri Atmanegara. Selang dua tahun dari kelahiran Yogi,
Dul dan Ari pindah dari rumah kakaknya,
mereka mengontrak rumah yang berlokasi dekat dengan Rumahsakit Islam
Banyuwangi, tempat kerja Ari. Wajar, sebagai pasangan baru mereka harus memanage keuangan mereka sebisa mungkin,
salahsatunya mengirit biaya dengan tinggal lebih dekat dengan lokasi kerja.
Saat itu, Dul hanya memiliki sepeda ontel sebagai transportasi utamanya.
Kepindahan Dul dan Ari juga dikarenakan karena mereka ingin menjalankan kehidupan
keluarga yang sakinnah, mawaddah, warahmah, dan mandiri. Saat tinggal di jalan
karimun jawa, Desi Putri Kurniasari anak ketiga Dul pada tanggal 12 Desember
1994 lahir. Saat itu Dul akhirnya mampu membeli sepeda motor pertamanya yaitu
Honda ‘cethol’ merah. Dengan sepeda itu, transportasi keluarga Dul menjadi
semakin lebih mudah. Sayang, tak berapa lama ada cobaan yang menghadang
keluarga Dul. Ari kecelakan saat mengendarai Honda c50 kesayangannya, Ari mengalami
putus kaki, yang mebuat kakinya harus dijahit, dan dia terpaksa harus memakai
alat bantu jalan selama hampir 1 tahun. Hal ini semakin membuat Dul sayang kepada
istrinya.
.png) |
Dul dan Ari |
.png) |
Dul, Ari, Enis (anak pertama) |
.png) |
Suasana pernikahan Dul dan Ari |
.png) |
Yogi (anak kedua Dul) |
.png) |
Desi (akuuuuuuuuuu) |
 |
Keluarga Bahagia |
Dul membeli sebuah
rumah di Perumahan Griya Giri Mulya, setelah merasa uang yang telah ia tabung selama
ini cukup. Membeli rumah adalah salah satu hal yang sangat diidam-idamkan bagi
setiap pasangan suami istri. Pada saat anak ketiganya berumur 2 tahun, Dul
pindah ke perumahan yang lebih dikenal dengan perumahan klatak tersebut.
Disinilah kehidupannya lebih banyak terjadi. Dalam karier pekerjaan Dul, sempat
mengalami naik turun. Namun, dia selalu bersabar menerima segala cobaan yang
ada. Dipikirannya, yang penting dia harus tanggungjawab terhadap kelangsungan
hidup istri dan anak-anaknya, dia dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai
pendidikan yang tinggi, hingga anak-anaknya mendapatkan pekerjaan yang layak.
Saat ini, kehidupan Dul sangatlah tenang bersama istri dan ketiga anaknya.
Dengan keluarga yang sederhana itu, dia mendapatkan suatu kenikmatan dan
kesenangan sendiri, satu yang selalu ia tekankan dalam hidupnya yaitu berusaha
untuk selalu menyenangi hidup.