Recent Posts

Sabtu, 31 Desember 2011

Gejolak

Sepia hidupku berkubang pasrah
Tak bergairah
Benar dirimu tak berpaling
Sayang aku tak tahu kemana hatimu sembunyi

Diriku hanyalah insan
Kesalahan terpantik itu wajar
Bukan mau bertepuk pada diriku
Buka memorimu lihat dirimu dulu
Karena ku tahu dirimu juga insan

Kemari ayo kemari
Percuma kau bergulat dengan gerutu tak bernyawa
Lekas tumpahkan luap-luap amarah
Diriku sang berdosa siap menampungnya

Tapi jika dirimu tak kuat hati
Tetap jaga kakimu disana
Lakukan sebuah langkah sahaja
Biarkan maaf menyelimuti kalbu
karena ku tahu dirimu juga insan
Mampu melebur amarah untuk sebuah pertemanan

Rabu, 28 Desember 2011

ABCD Gathering

3 days ago. I presented ABCD gathering. My JHS’s classmate. That’s the most waited day, because I miss them so bad. Yaa emang baru beberapa bulan sih kita ga ketemuan sejak buka bersama waktu itu. Tapi ga tau kenapa mereka itu kayak magnet yang membuat aku betah kangen sama mereka [lebe mode: ON]. Berangkat ke TKP (rumah Fira) bareng Novi (baca: Nopi), jam 9 lebih langsung cuss, soalnya janjian di TKP jam setengah 10 harus dateng. Nyampe di rumah Fira hanya ada 3 gelintir manusia itu sudah termasuk si empunya TKP ya. 



Sambil temen-temen yang ngaret kita canda-canda an dulu. Terus ga berselang lama kita mutusin untuk makan dulu. Pilihan menu saat itu adalah NASI TEMPONG. Haah, sumpah enak banget kebetulan kita makan nasi tempong bikinan Mbok Wah. Baiklah bagi kalian yang masih merasa asing dengan nama makanan itu silahkan googling aja. 
Eating Time. Yesss

Lanjut Abis makan kita mutusin sholat dulu terus capcus ke NAV salah satu tempat karaokean di Banyuwangi yang paling mending dari jenis karaokean yang ada. 

Left: Me and Ajeng


Left: Apin, Muthi, Arida

Left: Me and Dinar

Bahagia lah bersama temen-temen SMP. Kata mutiara saat itu adalah 'kepencet' [silahkan diartikan sendiri].

ssst. Dou you know what we had done ?

Get rockaaa




Time to touch home



Left: Novi and Me


Next : Pulangnya aku sama novi keujanan dan berteduh di indomaret, untuk menaikkan harga diri kami membeli beberapa barang yang sebetulnya tidak penting. Took a moment with novi. 

Jumat, 16 Desember 2011

Upacara

Alunan  melodi Indonesia Raya yang dinyanyikan mereka di obade sudah sangat baik mendarat di gendang telingaku. Tidak ada fals, suara mereka benar-benar merdu. Tapi, itu semua terasa sia-sia kala melihat kawanan putih abu-abu sejenisku, yang berjajar sempurna mengikuti upacara Senin ini. Barisan mereka memanglah rapi, tapi mulut mereka tetap berkicau meskipun upacara yang dibuat sekhidmat mungkin ini berlangsung. Belum lagi keluh kesah mereka yang sering dilontarkan saat upacara. Keluh kesah yang paling tren di sekolahku adalah ‘Aduh…  panas sekali sih hari ini, upacara pula’ dan ‘Aduh lama sekali upacara hari ini’, setali tiga uang dengan sang merah putih yang telah berhasil dikibarkan, dan sekarang sedang berkobar-kobar di hembus angin pagi ini, saat ini teman-temanku sedang berkobar-kobar menyuarakan keluh kesah yang lagi tren itu. Riuhnya bak suara sekelompok maling, berbisik antar satu orang dengan orang lain. Padahal upacara Senin yang dilakukan sebagai bentuk rasa nasionalisme bangsa, dan sebagai penghormatan kepada pahlawan hanya berlangsung selama 45 menit. Tak sebanding dengan perjuangan seorang pahlawan yang umumnya berjuang mulai umur mereka 20 tahun sampai mereka tertidur dengan tenang di pekuburan.

Tiba saatnya penyampaian amanat upacara. Umumnya sih kepala sekolah lah yang berpidato di podium, tapi tak jarang pula guru pun menggantikan kepala sekolah berpidato. Inilah yang mengagumkan. Biasanya di saat seperti ini, teman-temanku akan beralih fungsi tidak sebagai siswa peserta upacara lagi, mereka berubah seketika menjadi komentator seperti yang ada di acara pencarian-pencarian bakat di televisi, mengomentari apa yang diucapkan oleh orang yang berpidato. Bedanya, bila komentator ajang pencarian bakat melontarkan komentarnya setelah peserta melakukan aksinya, teman-temanku memberikan komentar tepat disaat kepala sekolah ataupun guru sedang berpidato. Ada satu keanehan pada upacara yang selalu terpikirkan di benakku dan ini tidak boleh terlewatkan untuk dibahas. Keanehan itu adalah saat petugas upacara melakukan kesalahan dalam menjalankan tugasnya, banyak teman-temanku yang menertawakan kejadian itu. Ada yang salah dengan teman-temanku, timbul pertanyaan di otakku, apa mereka terlahir untuk menertawakan orang yang melakukan kesalahan? Hanya mereka yang tahu jawabannya.

Wajah-wajah temanku umumnya terlihat lelah dan muram saat upacara berlangsung. Tapi ada satu tahap upacara yang bisa menyulap wajah letih itu menjadi sumringah, yaitu tahap pembacaan doa. Alasan yang paling logis dari kesumringahan mereka adalah pembacaan doa secara tidak langsung menyiratkan bahwa upacara akan segera berakhir, dan mereka bisa segera bersantai-santai lagi di kelas. Ironis memang mengetahui semua hal tersebut terjadi saat upacara. Padahal, mereka semua adalah pemegang roda kehidupan Indonesia ke depan. Tak terasa lagi rasa nasionalisme di hati teman-temanku. Tak mau menjilat ludah sendiri atas apa yang aku ceritakan dalam kertas ini, aku akan berusaha untuk tidak melakukan hal tersebut. Tulisan ini hanya sebagai satu dari usaha kecilku untuk menyadarkan kalian dari segala keironisan yang ada pada generasi penerus bangsa. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Mungkin, dengan menyicil usaha-usaha kecil seperti ini, aku harap nantinya akan ada sesuatu yang besar dan bermanfaat untuk negeriku. (Sev, 010198)

“Sya, ayo kembali ke kelas. Udah Bel nih.” Pinta Hana.

Segera aku melipat lagi kertas yang aku temukan di lempitan buku perpustakaan sekolah. Meletakkan buku ‘Nasionalisme Bangsa’ yang sudah usang itu di tempat aku menemukannya. Berawal dari keisenganku membuka kotak buku usang perpustakaan yang lama tak dijamah, aku menemukan sesuatu yang sangat berarti bagi diriku. Kalau kertas itu benar-benar dibuat oleh orang berinisial Sev, aku ingin tahu bagaimana dia sekarang. Sebentar, ada satu kesimpulan yang mengganjal di hatiku, jika tulisan pada kertas itu dibuat tahun 1998 berarti waktu 13 tahun tidak cukup untuk mengubah kebiasaan buruk pelajar-pelajar Indonesia saat upacara.

Selasa, 13 Desember 2011

[.] jenuh

Titik jenuh akhirnya datang. Saat semua benar-benar jadi menyeramkan dalam pikiran, berkamuflase jadi hitam dan bosan. Boleh lah sekali-kali berjalan sedikit kejauhan, asal tak melewati perbatasan. Karena, saat melewati perbatasan semuanya akan berubah termasuk mereka yang ada di sekeliling kita, kita akan merasa kehilangan. Kalian pasti tidak mau kehilangan, aku juga. Kita harusnya sadar dengan tidak berlarut-larut berada dititik jenuh.
Jangan berpikir menjernihkan itu gampang. Setiap orang butuh proses menjernihkan dengan melakukan pengertian. Sebenarnya jenuh adalah hasil dari kurangnya pengertian. Dunia tidak akan pernah mengerti kita, kita lah yang harusnya mengerti apa mau dunia. Jadi rapatkan genggaman untuk saling mengerti, karena mengerti tidak pernah salah

It's chosen way

Di dunia memang tidak ada manusia yang sempurna. Dan anak yang terkenal baik pun pernah melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan sifatnya yang di kenal oleh orang selama ini. Mereka yang sering terkenal jahatpun juga pernah melakukan suatu kebaikan. Sifat pun juga tidak bisa ditebak. Saat ini yang bisa dilakukan hanya bagaimana kita memilih jalan untuk sifat kita, agar tidak hanya baik bagi diri kita, namun juga bagi orang lain. Tidak hanya untuk di dunia yang ini, namun juga untuk dunia kita setelah ini.