Recent Posts

Kamis, 06 September 2012

Ironic



Akhir-akhir ini sering muncul suatu ironi yang membentuk sebuah paradoks kait mengait antara opini dan fakta, kadang hasilnya membuat ku ingin tertawa pahit, tersenyum nyinyir, atau senyum yang benar-benar bahagia. Kejadian-kejadian itu ironis, dan aku ingin membagikannya untuk kalian. Hanya sebuah cerita dan pelajaran hidup saja. Ini nyata!
***
Aku punya keluarga besar. Nenek ku mempunyai 12 orang anak, satu diantaranya sudah dipastikan orang tua ku, yap dia adalah ibuku. Ibuku mempunyai seorang adik perempuan yang dulunya sama seperti ibuku dan saudara-saudara ibuku lainnya, entah mengapa saat menginjak usia dewasa tanteku menjadi tidak senormal mereka. Dia mengalami sedikit gangguan jiwa. Gangguannya memanglah tidak parah. Dia masih bisa diajak mengobrol atau berdiskusi, dia tetaplah menyenangkan seperti dulu, meskipun aku sudah lupa dulu dia seperti apa-_-- tapi itulah dia, menurutku dari ribuan bahkan jutaan orang yang pernah bertatapan muka denganku hanya dialah satu-satunya orang yang benar-benar ikhlas dalam menjalani hidup, ikhlas untuk dirinya sendiri ataupun orang lain, mungkin hanya dialah kenalanku yang tidak pernah menyelinapkan kata ‘imbalan’ di pikirannya dengan segala keterbatasan yang dimilikinya. Mungkin sebagian orang akan mengucilkan  dia saat pertama kali bertatap muka, bahkan aku yakin anak kecil akan takut melihat dia karena baju usang, rambut acak-acakan, beberapa karet di pergelangan tangan, sekitaran 4 bando di kepalanya, dan seringnya dia berbicara sendiri. Anehnya setelah beberapa pertemuan banyak orang yang akrab dengan dia, semua sepupu dan keponakanku akrab dengan dia, orang dan anak-anak di sekitar rumah pakdeku, tempat dia tinggal,  semua pedagang keliling, akrab dengan dia. Tak ada satupun orang yang memandang remeh, kecuali mereka-mereka yang kelainan hati akut . Aku sering tanya mengapa dia berpakaian begitu kepada tanteku itu. Bila dibahasakan dengan baik dan teratur mungkin jawabannya jadi seperti ini: ini hanyalah sebuah prinsip, Dek. Dia berpegang teguh dengan prinsip yang pikirannya anut, meskipun itu terlihat ganjil bagi orang-orang, keluargaku sudah memakluminya.
Yang mengagetkan di umurnya yang hampir mencapai setengah abad dia tiba-tiba menginginkan untuk mempunyai sebuah sepeda kayuh, dan kalian tahu apa yang dia lakukan untuk mewujudkan mimpinya? Dia berjulan. Oke, dalam kondisi yang seperti itu setidaknya dia masih mau berusaha. BERUSAHA! Jualannya memang tidaklah seberapa, hanya satu kantung plastik barang jualan. Dalam kantung plastik putih itu ada beberapa snack, permen, yakult, dan rambak. Satu lagi yang aku kagumi dari dia, otaknya dipenuhi semangat yang meluap-luap dan hampir tumpah, dengan semangatnya itu dia tidak enggan memulai berjualan pukul setengah 5 pagi di masjid dekat rumah pakdeku. Yap saat orang-orang sedang sholat subuh, dia menunggu dan menawari mereka saat mereka sudah selesai dengan tugasnya kepada Allah. Entah karena iba atau memang ingin membeli, jualan tante ku selalu laku karena orang-orang itu. Tak hanya subuh, sore hari saat anak-anak kecil sedang mengaji dia juga berjualan di masjid, sedikit demi sedikit laba berjualan ia kumpulkan dalam kaleng yang ia titipkan di budeku. Hingga jumlahnya hampir mencapai 200.000. Daaaaaaaaaan, tante ku sebut saja tante sinta yang keadaan ekonominya tidak mampu mau meminjam sebagian uang hasil jualan nya. Padahal suami tante sinta punya banyak kelebihan. Dia masih sehat wal afiat, berbadan bugar, lebih muda dari umur tanteku yang berjualan itu, dan gagah. Hanya satu kekurangan dia yaitu tidak punya pekerjaan. Kalau diusut-usut lebih lanjut mungkin lebih tepatnya kekuranganan oom ku adalah malas  untuk mencari pekejaan dan menafkahi keluarganya, akhirnya tante usaha luntang lantung mencari pinjaman. 
Baiklah, kalau sekarang aku bertanya pada kalian “Apa yang ada dalam pikiran kalian saat ini?” Sebelum kalian menjawab pasti aku akan bilang “Ya, itulah ironi yang menginap di pikiranku selama ini”. The end of story.

0 komentar:

Posting Komentar