Recent Posts

Rabu, 16 November 2011

Mengungkap Tabir Trafficking
Oleh: Desi Putri Kurniasari
Perdagangan wanita atau yang biasa disebut dengan trafficking di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat presentasenya. Selama kurun waktu 2 tahun ini, angka kejadian anak Indonesia yang menjadi korban praktik perdagangan manusia di perkirakan 70.000 hingga 95.000 jiwa. Perdagangan ini meliputi eksploitasi tenaga kerja, seksual, dan perdagangan organ tubuh manusia. Hal ini sangat bertolak belakang dengan hak azasi manusia. Saat ini, hal yang sedang marak adalah perdagangan wanita di bawah umur untuk dijadikan pekerja seks komersial.
Perdagangan wanita di bawah umur disebabkan oleh beberapa faktor, seperti rendahnya perekonomian dan kurangnya pendidikan. Umumnya, Korban dari perdagangan wanita di bawah umur adalah anak-anak dari pedesaan berkisar umur 14-18 tahun, yang menempuh pendidikan hanya sampai SD, dan SMP. Mereka juga berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Orang yang bertugas untuk mencari wanita-wanita tersebut (trafficker), awalnya menawarkan berbagai macam iming-iming berupa pekerjaan dengan gaji yang cukup dipakai untuk membeli rumah mewah dan barang-barang mahal lainnya. Anak-anak desa yang berkeinginan utuk meningkatkan taraf perekonomian dengan alih-alih dapat membantu orangtuanya dalam mencari rezeki dapat dengan mudah termakan omongan trafficker. Namun, tidak semua korban trafficking adalah anak desa dan anak yang tidak mampu, sebagian dari mereka adalah anak-anak dari kota besar, seperti Jakarta atau Surabaya, dan anak dengan orangtua berpenghasilan cukup, sayangnya mereka kekurangan dalam mendapatkan perhatian dari orangtua mereka, mereka merasa tidak diperhatikan oleh orangtuanya, akhirnya mereka berteman dengan orang yang salah, dan  terjerumus juga dalam trafficking. Trafficker lebih berminat pada anak yang dibawah umur, karena rata-rata mereka semua masih perawan, pastinya bila nanti wanita-wanita itu dijual, para trafficker akan meraup keuntungan yang berlipat ganda.
Korban trafficking dibawa ke suatu kota oleh trafficker, mereka dikumpulkan dengan orang-orang yang bernasib sama. Saat di kumpulkan, telepon genggam dan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan hubungan mereka ke keluarga, dirampas oleh trafficker, untuk menyamarkan jejak calon PSK itu dan mengamankan sindikat mereka dalam perdagangan wanita. Mereka akan membuat identitas baru bagi calon PSK, mulai dari KTP, SIM, dan paspor palsu. Barulah mereka dikirim ke kota tujuan di pulau lain atau di luar negeri. Dan di situlah petualangan baru yang menyakitkan bagi korban trafficking dimulai.
Orang-orang dibalik sindikat perdagangan wanita ini, ada yang bertugas  mencari pelanggan mereka di mal, kafe, ataupun diskotik. Mereka menawarkan foto calon korban kepada lelaki hidung belang, bila kesepakatan dengan lelaki hidung belang tersebut sudah tercapai, calon korban akan segera dikirim, ke lokasi yang telah mereka sepakati. Trafficker  tidak tanggung-tanggung dalam mematok harga wanita-wanita malang tersebut, umumnya mereka menawarkan harga mulai satu juta rupiah. Kejamnya, setelah korban trafficking itu melayani lelaki hidung belang, mereka hanya mendapatkan 35% dari pembayaran lelaki hidung belang. Jika harga harga mereka satu juta rupiah, berarti korban trafficking hanya mendapatkan bayaran tiga ratus lima puluh ribu rupiah. Hal ini, sangat  tidak sebanding dengan efek yang ditimbulkan oleh trafficking mulai dari hilangnya rasa percaya diri korban, trauma, hilangnya keinginan bersosialisasi, penyakit reproduksi, bahkan sampai tuna susila.
Sindikat perdagangan wanita sulit dideteksi pihak kepolisian, karena kemampuan bersembunyi mereka  sangatlah hebat. Ada suatu sindikat perdagangan yang berlokasi di perumahan yang aman dengan kehidupan social antar tetangga tinggi, siapapun tidak akan menyangka bahwa salah satu rumah di perumahan tersebut adalah kedok sindikat perdagangan wanita, bahkan penduduk yang berpuluh-puluh tahun menjadi tetangga sebelah rumah trafficker, baru tahu bahwa rumah disamping tempat tinggalnya adalah kedok perdagangan wanita, setelah keberadaannya terbongkar oleh pihak kepolisian. Dari kasus-kasus terebut, pihak kepolisian harus bekerja lebih keras lagi, dalam mencium keberadaan sindikat perdagangan wanita yang sulit terdeteksi, karena hal ini bersentuhan langsung dengan anak-anak dibawah umur, yang nantinya akan menjadi penerus Indonesia ini. Jika, anak-anak dibawah umur sudah banyak yang menjadi korban trafficking, akan jadi apa Indonesia dengan mental rendah? 

0 komentar:

Posting Komentar