“Kamu sih, suka ceroboh ninggal kunci motor sembarangan, sampai kebawa mimpi kan?” Ucap Mery.
“Hehe, iya aku janji berusaha untuk ga ceroboh lagi kok”
Lina memang anak yang ceroboh, kejadian hilangnya kunci motor Lina saat di sekolah tidak bisa terhitung lagi. Teman kelas Lina dengan sabar selalu membantu mencari kunci motornya yang hilang di tempat antah berantah. Menggerayangi kolong-kolong bangku, membongkar tas yang penuh buku dan sudah tertata rapi yang siap diangkut pulang ke rumah, melihat setiap sisi kelas mereka, menyusuri jalan yang sudah Lina lewati seharian di sekolah. Sekali lagi, hanya untuk membantu teman yang sangat mereka sayangi, menemukan benda yang hilang karena kesalahan dia sendiri.
“Eh Lin. Kadang-kadang mimpi itu nyata loo. . “ Mery membuka pembicaraan lagi.
“Ah, mudah-mudahan aja ga terjadi.”
“Diaminin aja sih, pokoknya jadikan mimpi itu pelajaran buat kamu.” Ucap Sasi
“ Amin, doain aja temanmu yang satu ini hilang sifat cerobohnya” Lina membalas.
“Yee kalo itu tergantung usaha kamu kali.” Sanggah Mery.
Teteteeeeeeeet. Mendengar bel pulang berbunyi, teman-teman kelas Lina serempak memasukkan buku pelajaran mereka dan bergegas pulang. Mereka ingin segera melepas penat setelah seharian menuntut ilmu. Satu per satu mereka meninggalkan kelas, hingga di depan kelas hanya ada Mery dan Sasi, duduk-duduk santai mengobrol, Lina seorang diri di kelas. Tak berapa lama, Merry dan Sasi memutuskan untuk pulang, tak lupa mereka berpamitan dengan Lina. Baru langkah ketiga Merry dan Sasi meninggalkan Lina, dari dalam kelas terdengar.
“Tolong dong, kunci motorku hilang.”
Yak tepat, kejadian itu terulang lagi. Lina ceroboh lagi, padahal beberapa jam yang lalu dia baru membicarakan mimpi dan kecerobohannya. Mery dan Sasi kembali ke kelas, melakukan hal yang biasa mereka lakukan agar bisa menemukan kunci motor Lina. Anehnya sudah setengah jam, mereka bertiga belum menemukan kunci motor itu. Biasanya mereka bisa menemukan kunci dalam waktu 15 menit, di dalam tas Lina sendiri. Tapi kali ini, di dalam tas, kolong bangku, tiap sisi-sisi kelas tidak menunjukkan ke beradaan kunci motor. Tak henti-hentinya Mery dan Sasi menyuruh Lina untuk mengingat-ingat lagi dimana ia meletakkan kunci motornya. Muncul suatu pertanyaan di benak Lina ‘Apa mimpi itu beneran nyata?’ Lina tidak mau didahului lelaki menyeramkan itu di dunia nyata. Cukuplah di mimpi saja.
Degup jantungnya terpacu dalam sedetik, Lina berlari keluar kelas, menuju lapangan parkir di sekolahnya. Di belakangnya, berjalan lelah Mery dan Sasi mengikuti kemana Lina pergi. Sampai di lapangan parkir, Lina membeku. Si Biru, motornya benar-benar tidak ada di lapangan parkir. Pikiran Lina kacau dipermainkan mimpi. Tapi ini bukan mimpi, ini benar-benar terjadi. Tak sadar air matanya menetes.
“Lo? Kok nangis?” Tanya Mery
“Sepedamu hilang beneran Lin?” Tanya Sasi mulai gugup.
Tak ada jawaban dari Lina, dia mencari-cari dimana sepedanya berada. Bertanya pada murid yang dari tadi ada di parkiran sekolahnya. Mery dan Sasi pun ikut membantu menanyakan pada tukang parkir sekolahnya. Jawaban mereka sama semua, tidak tahu. Lina bingung harus mengatakan apa kepada orangtuanya. Pikirannya semakin gundah, saat hape yang ada di saku roknya bergetar, dan layarnya menunjukkan suatu kontak yang bernama ‘Ibu’. Aaaaaa. . . Air mata semakin deras mengalir di pipi Lina. Sasi menenangkan Lina, dan menyuruhnya mengangkat telepon dengan tenang dan mengatakan apa adanya.
“Ha Halo assalamualaikum.” Lina memberi salam
“Waalaikum salam, Lin kamu mau minta jemput jam berapa? Kok mulai tadi belum sms-sms ?”
0 komentar:
Posting Komentar